Tuesday, February 9, 2016

Filled Under: ,

Dari Buruh Pabrik Menjadi Salah Satu Wanita Terkaya Di Dunia



Pribahasa “ bersakit- sakit dahulu, bersenang-senag kemudian” agaknya amat tepat untuk menggambarkan kisah hidup dari pejuang ratu Properti China Zhang Xin, wanita kelahiran Beijing, China. Dengan bekerja keras disiplin kuat dan sikap tak pernah putus asa telah merubah perjalanan hidupnya 180 derajat, melambung dari dasar ke tingkat tinggi,from zero to hero.

sukses mulai dari buruh pabrik

MAKAN MAKANAN JATAH KANTIN
Bila anda kedaratan China, tanyakan prihal tentang Zhang Xin. Cukup sebutkan namanya, maka masyarakat di sana langsung menjelaskan siapa sosok wanita berambut pendek yang sangat energik ini. Ya, bagi masyarakat China, Zhang Xin adalah vigor sangat inspiratif yang memotivasi kaumnya bersemangat terus untuk maju.

Ia mampu memanfaatkan peluang yang dating seiring dengan trjadi revolusi budaya China antara 1966-1967. Puluhan properti papan atas di China menjadi saksi kuat atas keberhasilanya menapaki tangga-tangga karier penuh kesulitan. Yang paling menakjubkan di balik semua itu ia mempunyai tekad yang kuat untuk memperbaiki nasib, meninggalkan masa kecilnya yang suram.

Zhang Xin adalah putri dari pasangan imigran generasi ketiga China yang pindah ke Burma, lalu kembali lagi ke Beijing pada 1950. Kedua orang tuanya bekerja sebagai penerjemah resmi proganda Den Xiaoping dan Zhou  Enlai kala itu. Namun, entah kenapa di tengah kemelut hidup yang di lakoninya, ayah dan ibunya memutuskan untuk berpisah saat pecah revolusi di China pada 1966.

Sebagai anak, waktu itu baru berumur satu tahun, tentu tidak tau apa yang harus di lakukanya. Yang ia ingat, sejak orang tuanya memutuskan berceri, ia ikut bersama ibunya, tinggal dalam sebuah kamar sangat kecil di rumah susun pinggiran kota Beijing. Untuk membiyayai hidupnya, ibunya bekerja sebagai penerjemah resmi.

Besama ibunya itulah, Zhang kecil melewati masa-masa suram dengan penuh kesulitan. Sakin sulitnya kondisi perekonomian mereka, ia bertahan hidup dengan makan ransum dari kantin untuk fakir miskin. Setiap hari bersama teman-teman sebayanya, begitu tiba waktu makan, ia antri mengambil jatah mkanan di kantin, sembari membawa mangkuk besar terbuat dari kaleng. Kala itu hanya ada tiga jenis makanan setiap hari dan semuanya berkualitas buruk, kenangnya.

Dengan sabar Zhang menjalani masa-masa itu. Namun ia sama sekali tidak putus asa. Keadaan ekonomi keluarganya yang buruk justru memacunya untuk melakukan sesuatu demi mengubah nasib. Karenanya, ketika menginjak usia 14 tahun, Zhang remaja mulai membantu ibunya, mencari nafkah dengan bekerja shift sebagai buruh di sebuah pabrik kecil pembuat garmen dan produk elektronik.

Ia bekerja selama 12 jam sehari, dan dengan tekun di lakoninya selama lima tahun. Hebatnya, ia tidak putus sekolah. Meski lelah bekerja memburuh, ia tetap tekun menuntut ilmu. Dalam pikiranya, hanya dengan bersekola memungkinkan ia bisa memperbaiki nasib. Praktis, hari-harinya di isi dengan jadwal bekerja dan bersekolah. Tidak ada istilah bermain.

Pagi Zhang bekerja, lalu di lanjutkan dengan tenaga yang tersisa belajar di sekolah malam. Meski sudah bekerja keras, gaji buruh hanya cukup untuknya membiayayai hidupnya dan ibunya, ia tak bisa membeli bukunya sendiri. Alhasil, ia hanya meminjam buku-buku di sekolah, bergantian dengan murid-murid lainya. Untuk tidak tertinggal pelajaran, kerap ia belajar hingga larut malam, di sambung dengan bekerja di pagi hari. Tapi ia sangat bersemangat menjalani itu semua, karena ia punya obsesi untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

Zhang punya tekad bulat untuk keluar dari segala bentuk kemuraman dan kesusahan hidup. Karena itulah, sejak menjadi buruh pabrik, begitu tiba hari pembayaran upah, ia menyisihkan sebagian penghasilanya untuk di tabung. Ia tidak pernah jalan-jalan atau sekedar membeli baju baru seperti di lakukan teman-teman lainya. Sama sekali hal itu tidak terlintas dalam pikiranya. Baginya, lebih baik uangya di tabung dan di tabung.

HIJRAH KE INGGRIS
Zhang pun tumbuh menjadi pribadi yang di siplin dan focus. Berkat kedisiplinanya menabung dan belajar terbukalah peluang lebar baginya. Ia mengisi aplikasi beasiswa ke London, Inggris dan di terima sebagai mahasiswa di Sussex.

Dari hasil tabunganya selama lima tahun itu, ia bisa punya uang untuk membeli tiket pesawat ke London. Dengan uang tabungan yang tersisa dan doa restu ibunya, ia akhirnya hijrah ke Inggris. Satu tangan telah di tapakinya, namun itu tak lantas membuatnya berlelah-lelah. . Sebaliknya, ia terus menempa diri dan tetap bekerja keras. Di sela jadwal kuliahnya ia bekerja di paruh waktu diberbagai tempat untuk mendapatkan uang demi kelangsungan hidupnya.

Keputusan hijrah ke Inggris ini membuka peluang kesuksesan lebar-lebar. Lulus dari Sussex ia mengambil beasiswa lagi untuk beroleh gelar master di Cambridge University dan berhasil di wisuda pada 1992.

Dengan gelar master ekonomi pembangunan di tangan. Zhang Xin dengan mudah mendapatkan pekerjaan kantoran. Perusahaan pertama ia bergabung ialah di Goldman Sachs, sebuah perusahaan investasi ternama di Inggris. Dari situ, ia mulai bisa menikmati buah manis perjuangan sejak kanak-kanak.

sukse mulai dari buruh pabrik

Bila sekedar memenuhi kesukaan diri sendiri, tentulah cukup yang ia raih. Tetapi di dalam benaknya bergelora mimpi-mimpi besar, yakni berkarya di negri sendiri. Tergoda tawaran mengisi zona ekonomi khusus dan reformasi ekonomi yang di tawarkan China untuk para ekspaktriat, pada 1994. Ia memutuskan kembali ke China. Tiba di Beijing, ia bertemu teman lamanya. Pan Shiyi. Zhan di sarankan memulai bisnis properti saja, yang punya masa depan cerah di sana. Akhirnya, Pan Shiyi, yang tidak punya latar belakang pengetahuan ekonomi sebaik Zhang di rengkuhnya sebagai mitra bisnis.

MENEKUNI BISNIS PROPERTI
Tak perlu lama bagi wanita ini untuk memulai bisnisnya. Selang beberapa waktu sejak pertemuanya dengan Pan, dengan bermodalkan uang tabunganya, Zhang dan Pan mendirikan sebuah perusahaan bernama Hongshi, yang menjadi cikal bakal perusahaan properti raksasa SOHO . Dalam perjalan waktu, Pan tak hanya menjadi partner bisnis yang  komit dan bisa di percaya, tetapi juga menjadi jodohnya. Pan dan Zhang yang berasal dari keluarga miskin dan biasa berkerja keras itu pun menikah.

Selama menjalani perusahaan tersebut, keduanya juga sempat juga mengalami masa suram dan hidup pailit. Bahkan di kabarkan perusahaanya sempat collaps dengan utang mencapai US$1,65 miliar! Namun bukan Zhang namanya jika menyerah. Latar masa kecil dan remaja yang penuh perjuangan membuatnya tetap teguh dan tangguh menghadapi cobaan. Perlahan, sedikit demi sedikit utang perusahaan mereka bisa di restrukturisasi.

Saya teringat masa-masa itu, kami berjuang keras agar bisa membayar gaji pegawai dan juga membayar tagihan utang. Prinsip kami. Prinsip kami, bagaimanapun kodisinya, perusahaan harus bisa bergerak meski kaki di lilit utang, dengan control biaya yang ketat, kami secara bertahap bisa menyisihkan keuntungan, membayar tagihan dan melunasi utang. Kata Zhang tegar.

Seiring dengan perjalan waktu, sang suami yang dulu menjadi partner bisnisnya mengundurkan diri di tahun 2007. Pan yang hobi menulis memilih menjadi penulis ketimbang menjadi pengusaha. Otomatis sejak saat itu, perusahaan ini total menjadi kewenangan Zhang. Dengan kerja keras, usahanya semakin maju. SOHO telah menjadi perusahaan real estate terbesar di Beijing. Bahkan berbagai properti mewah dan modern di ibu kota China itu merupakan asset perusahaanya. Dari properti perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen hingga gedung pertemuan. Tak kurang ada sekitar 17 usaha yang bernaung di bawah bendera SOHO.





                                       =SEKIAN DAN TERIMAKASIH=


0 komentar:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung di blog ini,berkomentarlah dengan sopan.