Thursday, January 14, 2016

Filled Under: , ,

Hak Asuh Anak Ketika Orang Tua Bercerai Menurut Agama Islam Dan Kristen



Dalam UU perkawinan memang telah di tegaskan tak mengatur hak asuh anak. Hanya saja, jika terjadi pertikaian, maka pengasuhan anak bisa diselesaikan di pengadilan. Dalam praktik, biasanya hak asuh anak anak di bawah usia 12 tahun di berikan kepada ibu dengan dibuktikan terlebih dulu bahwa ia mampu mengasuh anaknya. Ibu tidak dalam kondisi sakit jiwa atau hal hal yang merugikan anak. Dalam kompilasi hukum islam intruksi presiden NO.1 tahun 1990 dinyatakan. Hak asuh anak dibawah usia12 tahun ada pada ibu. Jika ibu meninggal atau sakit, maka keturunan dari ibulah yang akan mengasunya. Jadi, Undang Undang perkawinan jauh beda dengan kompilasi hukum islam.

hak asuh anak
Menyinggung banyaknya hak asuh anak yang jauh ketangan ibu di pengadilan agama, itu terjadi karena keiklasan suami. Hal ini bisa di temui di pengadilan agama Jakarta selatan dan diakui oleh petugas disana. Kalau pun terjadi hak asuh anak jatuh ketangan seorang ayah, itu karena beberapa hal. Misalnya, ketika putus cerai terjadi, sang ibu ternyata kembali lagi ke keyakinan yang semula sebelum dia menikah, karena anak anak tak ingin pindah keyakinan, akhirnya ayah memegang hak asuh mereka.

Meski UU perkawinan tidak menetapkan hak asuh anak bagi pasangan suami istri yang cerai, namun di pengadilan tak jarang menimbulkan masalah. Dengan egonya masing masing, mereka sibuk memperebutkan hak asuh anaknya. Hukum komplikasi islam menjelaskan, ibu layak memperoleh hak asuh anak dibawah usia 12 tahun. Namun masih banyak anak dibawah usia tersebut yang hak asuhnya jatuh ketangan ayah. Mengapa demikian ?

MENURUT ISLAM
Dalam pandangan islam, hak asuh anak yang masih menyusui dibawah dua tahun, sebaiknya diberikan kepada ibu. Jika lebih dari dua tahun, hak asuh di putuskan pihak pengadilan. Sebaiknya, siapa yang berhak mendapatkan hak asuh adalah pihak yang memiliki waktu luang dalam mengasuh anak serta finansial yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup si anak. Namun, jika hal itu tidak di sepakati maka proses pengadilan sebagai solusinya ujar, Prof.Dr. Umar Shihab.

Guru besar Universitas Islam Negri Salahudin, makasar, ini menambahkan, sebelum pengadilan menetapkan perkara perceraian, sebaiknya wakil wakil dari pihak yang bertikai mendiskusikan jalan perdamaian. Namun jika si penengah yang hadir tidak bisa meredam keinginan bercerai dari pasangan suami istri, maka hakim yang memutuskan. Keputusan hakim dalam islam harus melihat dua hal, adat kebiasaan suatu daerah dan latar belakang. Kedua hal ini telah di tetapkan dalam kaidah ushul figh yang mengatakan, hokum itu meliputi latar belakang peristiwa. Ketetapan hukum harus dilihat dari latar belakang (‘ilad) mengapa suatu perceraian terjadi. Poin inilah nantinya akan menentukan si anak akan di asuh oleh ibu atau ayahnya.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ini juga mengingatkan akan hak hak anak agar jangan sampai terabaikan ketika terjadi perceraian. Al Quran telah mengingatkan, jangan pernah menyia nyiakan anak. Jadi orang tua mempunyai tanggung jawab untuk menjadikan anaknya pandai, beragama, hingga ia menikah nantinya. Jika ada seorang ayah tidak mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya maka ia telah melakukan dosa besar, jelasnya.

MENURUT KRISTEN
Dalam agama Kristen, perceraian sangat tidak diperbolekan. Berdasarkan patokan patokan moral seperti yang di urai oleh Pdt. Rufy Waney, dalam Kristen tak ada perceraian maupun pernikahan lagi, kalaupun ada perceraian, hanya karena dipisahkan oleh kematian, yang berarti bisa terjadi pernikahan lagi. Karena tak mengenal perceraian maka pengasuhan anak anak yang orang tuanya bercerai pun tak pernah diatur. Hanya saja, jika memang perceraian tak bisa di bendung lagi, keluarga diajak diskusi untuk menentukan bagaimana kedudukan sianak. Ikut ayah atau ikut ibu, “ tapi kalau minta persetujuan gereja, maka gereja akan menetapkan pengasuhan anak pada orang tua, “ ujar Pdt Rufy.
Kenyataannya, dalam masyarakat kita penetapan hak pengasuhan anak sangat  ditentukan oleh dominasi adat yang dipegang oleh kedua pasangan suami  istri. Jika pasangan didominasi adat minang, maka ibu dan keluarga ubulah yang berhak mengasuh anak anak tersebut. Namun, jika didominasi adat ayah seperti pad suku tapanuli, maka anak biasanya ikut ayah dan keluarga ayah. Jika kedua pasangan tetap bersitegang memiliki hak asuh anak, maka yang biasa dilakukan adalah menanyakan lebih dulu, siapa di antara pasangan suami istri yang mampu secara pisik dan psikis mengasuh anak. Jika secara fisik dan psikis ayah tak mampu, lebih baik serahkan saja ke ibu.

Lebih jauh, Pdt. Rufy menjelaskan, bahea anak anak yang orangtuanya bercerai akan mengalami ganguan emosi ( emotional disturbances). Penyebabnya, yaitu perasaan tak di cintai (feeling of being unloved, merasa tidak diurus atau tidak dipedulikan dan tidak di hargai. Anak juga akan kehilangan orang tua yang di akibatkan perceraian dan kematian yang tiba tiba.







                                                 =SEKIAN DAN TERIMAKASIH=

0 komentar:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung di blog ini,berkomentarlah dengan sopan.