Monday, November 16, 2015

Filled Under: , ,

MENYIMAK TENTANG SISI LAIN PERCERAIAN



Pil pahit berupa perceraian harus anda tenggak bersama pasangan.
Sebelum melangkah lebih jauh, pahami dulu hak dan kewajiban
Saat memutuskan berpisah.

Perjanjian Pra Nikah
Kesepakatan calaon suami dan calon istri yang di buat sebelum atau pada saat perkawinan berlangsung. Meski tak bisa mencegah percerian,prenuptial agreement penting untuk mengantisipasi masalah masalah yang mungkin terjadi saat perceraian. Misalnya, untuk memastikan hak dan kewajiban yang harus di penuhi jika terjadi perceraian.

PERCERAIAN

Perjanjian pranikah memang dilematis karena memiliki sisi negative. Bisa di lihat sebagai bentuk ketidak percayaan, membutuhkan biaya notaries, bisa memuat klausul yang tidak berimbang jika salah satu pihak dalam kondisi lemah atau tidak terlalu paham hukum perkawinan.

Tapi, sisi positipnya pun menguntungkan. Kedua belah pihak bisa mengatur secara rinci segala kesepakatan, sehingga potensi keributan bisa di antisipasi. Selain itu, perjanjian ini melindungi kekayaan salah satu pihak. Termasuk harta bawaan, lalu melindungi salah satu pasangan dari resiko dibebani utang atau kewajiban tertentu, dan menjamin WNI pelaku perkawinan antar Negara dengan setatus hak milik atas asset asset bersama ketika saat terjadi perceraian.

Memenuhi Syarat
Sesuai pasal 38 UU perkawinan, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Tapi bercerai menurut hukum Negara tak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, pasangan suami istri perlu memenuhi syarat syarat yang di uji di pengadilan.

Perceraian tak semata timbul karena cekcok atau ketidakcocokan. Hal yang paling prinsipil adalah alas an. Pemohon cerai harus bisa  mengajukan alasan rasional, sehingga perceraian di mungkinkan. Bagi yang beragama islam, alasan perceraian dirinci dalam kompilasi hukum islam dalam pasal 116.

Alasan tersebut diantaranya, berbuat zinah, dihukum pidana 5 tahun atau lebih, meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut turut tanpa alasan yang sah, mendapat cacat badan atau penyakit berakibat tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami istri, dan terjadi perselisihan serta pertengkaran, sehingga tidak ada harapan untuk rukun lagi.

Khusus pegawai negri sipill, sesuai peraturan pemerintah no,10 tahun 1983, perceraian baru bisa dilakukan jika sudah mendapatkan izin dari atasan. Hakimlah yang akan menguji apakah alsan alasan untuk bercerai tersebut sudah memenuhi syarat.

Pembagian Harta
Umunya, harta dalam perkawinan di bedakan menjadi harta bersama dan harta bawaan. Harta bersama adalah, harta yang di peroleh selama dalam ikatan perkawinan. Sebaliknya, harta yang di peroleh sebelum pernikahan berlangsung termasuk kategori harta bawaan. Misal, harta yang berasal dari warisan, hibah, atau hadiah.

Pasal 119 KUH perdata juga menyebutkan, harta kekayaan suami dan istri menjadi kesatuan sejak perkawinan di langsungkan. Hal ini juga di singgung dalam pasal 35 KUH no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Yaitu, harta benda yang di peroleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing masing suami dan istri serta harta benda yang di peroleh sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Artinya, masing masing suami istri menguasai harta bawaan tersebut. Sehingga, pemilik harta berhak melakukan apa pun. Misalnya,menjual atau menggadaikanya. Tapi, pasal 35 ayat 2 UU perkawinan juga menyebutkan frasa, sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Jadi, kalau dalam perjanjian pranikah, kedua blah pihak sepakat mencampurkan harta bawaan menjadi harta bersama. Maka harta bawaan itu menjadi milik bersama suami istri.

Harta bersama akan dibagi saat terjadi perceraian atau perkawinan putus. Harta bawaan lain lagi. Prihal inilah yang kerap membuat pasangan yang hendak bercerai sering cecok. Lebih karena ketidak jelasan mana harta bawaan si A dan si B. Maka, sejak awal perlu di tegaskan atau di bicarakan kedua belah pihak mengenai apa yang menjadi harta bawaan.

Utamakan Anak
Hak lain berkaitan dengan perceraian adalah hak asuh anak dan hak istri mendapatkan nafkah dari suami kepada istri dan anak anaknya. Pasal 41 UU perkawinan telah mengaturhal ini. Jadi, meski terjadi perceraian, ibu atau bapak tetap berkewajiban mengasuh, menjaga, melindungi, dan mendidik anak anaknya. UU  perlindungan anak juga menegaskan kepentingan terbaik si anak yang harus di kedepankan.

SISI LAIN PERCERAIAN

Hak pengasuhan biasanya dilihat berdasarkan kepentingan riil anak. Anak yang masih bayi ( belum berumur dua tahun), secara medis, akan lebih baik di asuh ibu karena masih dalam tahap menyusui. Kompilasi hukum islam menyebut terhadap anak yang belum berumur 12 tahun, maka hak pemeliharaan ada di pihak ibu.

Namun hakimlah yang menentukan berdasarkan realitas dan fakta di lapangan. Kalau dalam pemerikasaan, misalnya, terungkap si ibu pemabuk atau penghasilanya tidak jelas ada kemungkinan hakim menyarankan hal asuh kepada suami.

Hak Kewajiban
Saat bercerai, setiap pasangan harus mengarisbawahi akibat hukum dari perceraian. Perceraian menimbulkan hak dan kewajiban kepada masing masing pihak’

Sayangnya, perceraian tak di imbangi pengetahuan pasangan tentang hak istri atau suami. Salah satu penyebabnya,, budaya yang masih menempatkan istri tak sederajat dengan suami atau enggan mempersoalkan hak karena tak ingin terjebak dalam proses hukum yang lama.

Padahal, anda bisa berkonsultasi dengan pengacara atau dengan orang yang lebih memahami hukum perkawinan. Misalnya, jika terjadi perceraian (cerai talak atau cerai gugat)  suami dan istri berhak atas harta bersama sesuai pembagian proporsional. Masing masing juga mempunyai kewenangan penuh untuk mengurus kembali harta bawaan.



                                            =SEKIAN DAN TERIMAKASIH=



0 komentar:

Post a Comment

terima kasih telah berkunjung di blog ini,berkomentarlah dengan sopan.