Pribahasa “ bersakit- sakit dahulu, bersenang-senag kemudian”
agaknya amat tepat untuk menggambarkan kisah hidup dari pejuang ratu Properti
China Zhang Xin, wanita kelahiran Beijing, China. Dengan bekerja keras disiplin
kuat dan sikap tak pernah putus asa telah merubah perjalanan hidupnya 180
derajat, melambung dari dasar ke tingkat tinggi,from zero to hero.
MAKAN MAKANAN JATAH
KANTIN
Bila anda kedaratan China, tanyakan prihal tentang Zhang Xin.
Cukup sebutkan namanya, maka masyarakat di sana langsung menjelaskan siapa
sosok wanita berambut pendek yang sangat energik ini. Ya, bagi masyarakat
China, Zhang Xin adalah vigor sangat inspiratif yang memotivasi kaumnya
bersemangat terus untuk maju.
Ia mampu memanfaatkan peluang yang dating seiring dengan
trjadi revolusi budaya China antara 1966-1967. Puluhan properti papan atas di China
menjadi saksi kuat atas keberhasilanya menapaki tangga-tangga karier penuh
kesulitan. Yang paling menakjubkan di balik semua itu ia mempunyai tekad yang
kuat untuk memperbaiki nasib, meninggalkan masa kecilnya yang suram.
Zhang Xin adalah putri dari pasangan imigran generasi ketiga
China yang pindah ke Burma, lalu kembali lagi ke Beijing pada 1950. Kedua orang
tuanya bekerja sebagai penerjemah resmi proganda Den Xiaoping dan Zhou Enlai kala itu. Namun, entah kenapa di tengah
kemelut hidup yang di lakoninya, ayah dan ibunya memutuskan untuk berpisah saat
pecah revolusi di China pada 1966.
Sebagai anak, waktu itu baru berumur satu tahun, tentu tidak
tau apa yang harus di lakukanya. Yang ia ingat, sejak orang tuanya memutuskan berceri,
ia ikut bersama ibunya, tinggal dalam sebuah kamar sangat kecil di rumah susun
pinggiran kota Beijing. Untuk membiyayai hidupnya, ibunya bekerja sebagai
penerjemah resmi.
Besama ibunya itulah, Zhang kecil melewati masa-masa suram
dengan penuh kesulitan. Sakin sulitnya kondisi perekonomian mereka, ia bertahan
hidup dengan makan ransum dari kantin untuk fakir miskin. Setiap hari bersama
teman-teman sebayanya, begitu tiba waktu makan, ia antri mengambil jatah mkanan
di kantin, sembari membawa mangkuk besar terbuat dari kaleng. Kala itu hanya
ada tiga jenis makanan setiap hari dan semuanya berkualitas buruk, kenangnya.
Dengan sabar Zhang menjalani masa-masa itu. Namun ia sama
sekali tidak putus asa. Keadaan ekonomi keluarganya yang buruk justru memacunya
untuk melakukan sesuatu demi mengubah nasib. Karenanya, ketika menginjak usia
14 tahun, Zhang remaja mulai membantu ibunya, mencari nafkah dengan bekerja
shift sebagai buruh di sebuah pabrik kecil pembuat garmen dan produk
elektronik.
Ia bekerja selama 12 jam sehari, dan dengan tekun di
lakoninya selama lima tahun. Hebatnya, ia tidak putus sekolah. Meski lelah
bekerja memburuh, ia tetap tekun menuntut ilmu. Dalam pikiranya, hanya dengan
bersekola memungkinkan ia bisa memperbaiki nasib. Praktis, hari-harinya di isi
dengan jadwal bekerja dan bersekolah. Tidak ada istilah bermain.
Pagi Zhang bekerja, lalu di lanjutkan dengan tenaga yang
tersisa belajar di sekolah malam. Meski sudah bekerja keras, gaji buruh hanya
cukup untuknya membiayayai hidupnya dan ibunya, ia tak bisa membeli bukunya
sendiri. Alhasil, ia hanya meminjam buku-buku di sekolah, bergantian dengan
murid-murid lainya. Untuk tidak tertinggal pelajaran, kerap ia belajar hingga
larut malam, di sambung dengan bekerja di pagi hari. Tapi ia sangat bersemangat
menjalani itu semua, karena ia punya obsesi untuk mengubah hidupnya menjadi
lebih baik.
Zhang punya tekad bulat untuk keluar dari segala bentuk
kemuraman dan kesusahan hidup. Karena itulah, sejak menjadi buruh pabrik,
begitu tiba hari pembayaran upah, ia menyisihkan sebagian penghasilanya untuk
di tabung. Ia tidak pernah jalan-jalan atau sekedar membeli baju baru seperti
di lakukan teman-teman lainya. Sama sekali hal itu tidak terlintas dalam
pikiranya. Baginya, lebih baik uangya di tabung dan di tabung.
HIJRAH KE INGGRIS
Zhang pun tumbuh menjadi pribadi yang di siplin dan focus.
Berkat kedisiplinanya menabung dan belajar terbukalah peluang lebar baginya. Ia
mengisi aplikasi beasiswa ke London, Inggris dan di terima sebagai mahasiswa di
Sussex.
Dari hasil tabunganya selama lima tahun itu, ia bisa punya
uang untuk membeli tiket pesawat ke London. Dengan uang tabungan yang tersisa
dan doa restu ibunya, ia akhirnya hijrah ke Inggris. Satu tangan telah di
tapakinya, namun itu tak lantas membuatnya berlelah-lelah. . Sebaliknya, ia
terus menempa diri dan tetap bekerja keras. Di sela jadwal kuliahnya ia bekerja
di paruh waktu diberbagai tempat untuk mendapatkan uang demi kelangsungan
hidupnya.
Keputusan hijrah ke Inggris ini membuka peluang kesuksesan
lebar-lebar. Lulus dari Sussex ia mengambil beasiswa lagi untuk beroleh gelar
master di Cambridge University dan berhasil di wisuda pada 1992.
Dengan gelar master ekonomi pembangunan di tangan. Zhang Xin
dengan mudah mendapatkan pekerjaan kantoran. Perusahaan pertama ia bergabung
ialah di Goldman Sachs, sebuah perusahaan investasi ternama di Inggris. Dari
situ, ia mulai bisa menikmati buah manis perjuangan sejak kanak-kanak.
Bila sekedar memenuhi kesukaan diri sendiri, tentulah cukup
yang ia raih. Tetapi di dalam benaknya bergelora mimpi-mimpi besar, yakni
berkarya di negri sendiri. Tergoda tawaran mengisi zona ekonomi khusus dan
reformasi ekonomi yang di tawarkan China untuk para ekspaktriat, pada 1994. Ia
memutuskan kembali ke China. Tiba di Beijing, ia bertemu teman lamanya. Pan
Shiyi. Zhan di sarankan memulai bisnis properti saja, yang punya masa depan
cerah di sana. Akhirnya, Pan Shiyi, yang tidak punya latar belakang pengetahuan
ekonomi sebaik Zhang di rengkuhnya sebagai mitra bisnis.
MENEKUNI BISNIS
PROPERTI
Tak perlu lama bagi wanita ini untuk memulai bisnisnya.
Selang beberapa waktu sejak pertemuanya dengan Pan, dengan bermodalkan uang
tabunganya, Zhang dan Pan mendirikan sebuah perusahaan bernama Hongshi, yang
menjadi cikal bakal perusahaan properti raksasa SOHO . Dalam perjalan waktu,
Pan tak hanya menjadi partner bisnis yang
komit dan bisa di percaya, tetapi juga menjadi jodohnya. Pan dan Zhang
yang berasal dari keluarga miskin dan biasa berkerja keras itu pun menikah.
Selama menjalani perusahaan tersebut, keduanya juga sempat
juga mengalami masa suram dan hidup pailit. Bahkan di kabarkan perusahaanya sempat
collaps dengan utang mencapai US$1,65
miliar! Namun bukan Zhang namanya jika menyerah. Latar masa kecil dan remaja
yang penuh perjuangan membuatnya tetap teguh dan tangguh menghadapi cobaan.
Perlahan, sedikit demi sedikit utang perusahaan mereka bisa di restrukturisasi.
Saya teringat masa-masa itu, kami berjuang keras agar bisa
membayar gaji pegawai dan juga membayar tagihan utang. Prinsip kami. Prinsip
kami, bagaimanapun kodisinya, perusahaan harus bisa bergerak meski kaki di
lilit utang, dengan control biaya yang ketat, kami secara bertahap bisa
menyisihkan keuntungan, membayar tagihan dan melunasi utang. Kata Zhang tegar.
Seiring dengan perjalan waktu, sang suami yang dulu menjadi
partner bisnisnya mengundurkan diri di tahun 2007. Pan yang hobi menulis
memilih menjadi penulis ketimbang menjadi pengusaha. Otomatis sejak saat itu,
perusahaan ini total menjadi kewenangan Zhang. Dengan kerja keras, usahanya
semakin maju. SOHO telah menjadi perusahaan real estate terbesar di Beijing.
Bahkan berbagai properti mewah dan modern di ibu kota China itu merupakan asset
perusahaanya. Dari properti perumahan, perkantoran, pusat perbelanjaan,
apartemen hingga gedung pertemuan. Tak kurang ada sekitar 17 usaha yang
bernaung di bawah bendera SOHO.
=SEKIAN
DAN TERIMAKASIH=
0 komentar:
Post a Comment
terima kasih telah berkunjung di blog ini,berkomentarlah dengan sopan.